Email: smpkstellamaris1822@gmail.com
Telpon Sekolah : 031-3552621

Sejarah

SMPK Stella Maris Surabaya

SMP Katolik Stella Maris Surabaya adalah sebuah sekolah swasta Katolik di Surabaya, yang didirikan pada tanggal Tanggal 1 Agustus 1948 oleh suster-suster Kongregasi Santa Perawan Maria dari Amersfoort. Sekolah ini berada di bawah pengelolaan Perkumpulan Dharma Putri yang mengelola 40 sekolah se-Indonesia mulai jenjang TK hingga SMA. Sekolah ini memiliki Tagline “Memfasilitasi Generasi Unggul, Kasih, Bermartabat“.

Sejarah

Pertengahan tahun 1945, adalah masa pergolakan, perang perjuangan, Kebangkitan Bangsa Indonesia yang ingin lepas dari penjajahan menuju kemerdekaan. Yang kemudian di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, secara resmi Indonesia merdeka, dan kedaulatannya diakui oleh seluruh dunia. Khususnya di Surabaya yang menjadi pusat perjuangan, dan mendapat julukan kota “Pahlawan” masih terlihat porak poranda, banyak hal yang perlu dibenahi, termasuk Suster-Suster SPM ikut bangkit dan berkiprah kembali di dunia pendidikan serta mengembangkan sayapnya ke Surabaya.

Pada tahun 1948, tiga orang Suster berangkat dari pusat (Probolinggo) ke Surabaya, meskipun belum mempunyai rumah, mereka berkonsultasi dengan Suster Ursulin di Jalan Darmo (Santa Maria), dan mengizinkan menempati bagian depan lantai II, setelah mendapatkan tempat maka mulailah Sr. Yosine mencari siswa putrid untuk tingkat SMP. Sebab waktu itu Santa Maria sudah ada TK dan SD.

Tanggal 1 Agustus 1948 telah mendapatkan dua belas orang siswi, maka mulailah dengan pelajaran, tetapi masih bersifat kursus. Sambil mengurus permohonan pendirian sekolah, yang diberi nama SMP STELLA MARIS sesuai dengan nama Bar Belanda milik Angkatan Laut Belanda. Ternyata pada tanggal 6 Januari 1949 izin resmi telah didapat. Sekarang mulai mencari tempat baru. Dengan bantuan banyak pihak, maka diperoleh rumah-rumah kosong, bekas rumah Belanda di Jalan Rochussen Straat, yang sekarang bernama Jalan Pajajaran. Dari Katedral, masuk jalan Sriwijaya lalu belok kanan. Adapun rumah yang di tempati no. 4 untuk rumah Suster (Biara), No. 6 untuk asrama, karena ternyata banyak anak luar kota, sedang diseberang jalan No. 5 untuk sekolah, sehingga pada tanggal 1 Agustus 1949 boyongan pindah ke lokasi baru. Tetapi runga-ruangnya tidak muat, kelas I yang baru berjumlah 25 anak menempati ruang makan, dengan satu meja makan, dan diberi beberapa dingklik panjang. Kelas II, menempati ruang santai. Ruang tamu untuk kantor administrasi.

Melihat keadaan seperti itu Sr. Yosine merasa perlu mencari lokasi lain, dan untunglah Suster Ursulin menawari, apakah S.P.M. mau mengambil alih biaranya yang terletak di jalan Kepanjen 5? Dengan sangat bahagia dan puas, tawaran diterima maka pada tanggal 1 Agustus 1950, yang merupakan tahun ajaran baru, sekolah pindah di jalan Kepanjen 5, lantai II, yang sekarang menjadi kantor Perkumpulan Dharmaputri.

Peminat SMP Stella Maris makin banyak dan mulai kelas I menerima 2 kelas. Hal tersebut membawa konsekuensi untuk mencari lokasi lagi. Pada waktu itu Sr. Yosine mendapat informasi bahwa di Jalan Tembaan ada gedung bekas Bar Belanda, yang oleh pemiliknya telah diserahkan pada keuskupan. Tetapi waktu itu masih di tempati keluarga Ambon bekas KNIL (Tentara Belanda). Setelah mendapat izin dari keuskupan maka mulailah pendekatan dengan para penghuni, meskipun dengan susah payah dan harus banyak mengeluarkan uang sebagai pesangon akhirnya berhasil. Setelah kosong baru mulai direnovasi, dan membuat kelas yang normal.

Akhirnya tanggal 1 Agustus 1954, SMP STELLA MARIS pindah dari jalan Kepanjen 5 ke Jalan Tembaan, yang pada saat itu menjadi enam kelas. Gedung lama kemudian digunakan untuk membuka sekolah baru, yaitu SD “SANTA ANGELA”, sedangkan kamar-kamar yang dahulu di tempati orang-orang Ambon digunakan untuk asrama. Masih ada ruang-ruang agak besar, oleh Sr, Rudolfia dibuka untuk TKK Taman Rini.

Pada tahun 1956 setelah tujuah tahun berkarya, Sr. Yosine, SPM merasa tidak mampu melanjutkan, karena tenaganya telah habis terkuras waktu berada di penahanan kamp zaman Jepang, sehingga Ia berniat pulang ke negeri Belanda. Akhirnya, keinginan itu terlaksana pada tahun ajaran baru.

Mulai tahun ajaran baru 1 Agustus 1956, sekolah diserahkan kepada Sr. Lusia, SPM (Alm). Peminat makin banyak, bahkan tahun 1957 menerima kelas I sebanyak tiga kelas. Tentu saja Sr. Lusia mulai memikirkan tindak lanjutnya, untuk perkembangan SMP. Ruang yang masih agak luas ialah bangsal, disekat menjadi tiga kelas dan sisanya untuk bermain. Pada tahun 1960 asrama dan TK dipindahkan ke jalan Kepanjen No. 5, karena gedung SDK SANTA ANGELA sudah jadi. Bekas ruang asrama dan TK dibongkar, dan sebagian dibangun untuk perumahan keluarga guru yang belum mempunyai rumah, sebagian untuk ruangkelas SD.

Selama 24 tahun Sr. Lusia, SPM memimpin sekolah SMPK Stella Maris yang muridnya terus bertambah, sayangnya bila hujan selalu banjir, karena lokasinya jauh lebih rendah dari Psar Turi – Jalan Tembaan dan halaman Tugu Pahlawan, sehingga semua sampah dan kotoran menumpuk di halaman, sedang kelasnya dipenuhi oleh air luapan got/saluran air dari jalan, WC penuh dan resapan dengan isinya megambang ke sana ke mari. Anak-anak terpaksa diliburkan karena tinggi air sekitar 40 Cm sampai 75 Cm. Setinggi lutut, semua terendam air yang lama kelamaan menjadi lapuk.

Akhirnya pada tahun 1980 Sr. Lusia pension dan diganti oleh Bapak Jan Tabal selama tiga tahun (1980 s.d. 1983). Kemudian diganti oleh Sr. Annetti, SPM selama tiga tahun (1983 s.d. 1986). Waktu itu merupakan saat yang sangat berat, karena daerah ini akan dijadikan kompleks pertokoan dan jalan akan diperlebar, maka sekolah harus pindah. Bahkan semua sudah diukur dan diberi tanda merah yang berarti kena gusur.

Orang tua murid menjadi gelisah, dari tahun ke tahun jumlah siswi mengalami kemunduran, karena kurangnya murid maka mulai tahun 1985, menerima murid putra. Namun, jumlah siswanya tiap kelas masih dibawah 40 anak, padahal sebelumnya antara 42-48 anak.

Pada tahun 1986 Pimpinan diganti oleh Sr. M. Benedicta, SPM yang statusnya masih harus merangkap dengan SMP Mater Dei Probolinggo, sampai akhir tahun 1986. Melihat situasi sekolah yang sangat memprihatinkan antara lain : 1). Siswa semakin berkurang, dan 2). Kalau hujan selalu terendam air (banjir). Pimpinan tidak tinggal diam dan menyerah, untuk mengatasi banjir yang dipandan merugikan pelajaran siswa, maka dibelinya dua pompa air besar, sehingga begitu dating hujan langsung disedot, supaya siswa tenang belajarnya. Tentu saja banyak yang menggerutu, sebab mereka tidak dapat pulang lebih padi atau libur.

Peristiwa/kejadian tersebut membuat makin gencar, usaha untuk membangun kembali. Setalah satu tahun tepatnya tahun 1987 izin KMS dikeluarkan. Dilema bangunan sangat banyak dan berat karena masih dipersulit izin dari Dewan Pengurus SPM. Namun, dengan dukungan Yayasan waktu itu dipegang Sr. Theresia dan dari Pimpinan Komunitas. Pembangunan gedung dimulai pertengahan tahun 1987 dengan mengambil risiko yang penuh tantangan diputuskan dibangun delapan belas kelas ditambah ruangan fasilitas-fasilitas antara lain :

Pada tahun itu juga (1987) penyewa Sekolah Kemaritiman Surabaya pindah ke jalan Petemon. Dimulai dari sisi jalan Tembaan yang gedungnya tinggal puing-puing karena bekas penggusuran untuk pelebaran jalan. Siswa masuk secara bergilir dengan SD di gedung SD, tetapi meja kelas 1, 2, 3 tidak cukup untuk siswa SMP. Oleh karena itu, harus dibangun kelas darurat dengan atap seng, dinding triplek, lantai semen, dan sangat panas. Padahal lokasi tersebut dipakai padi dan sore. 

Akhir tahun 1988, gedung baru tingkat tiga selesai, siswa SMP dapat pindah dan masuk pagi. Bangunan yang terakhir adalah depan untuk perkantoran, belakang untuk bangsal, dan ruangan perlengkapan lainnya termasuk asrama guru serta karyawan yang tinggal di sekolah. Tahun ajaran 1990 sudah selesai semua dan diresmikan oleh Bapak Wali Kota Surabaya pada tanggal 25 Agustus 1990.

Sr. M. Benedicta, SPM mengharapkan baik siswa, guru maupun pembantu pelaksana ikut mengawasi dan menjaga keutuhan gedung yang menjadi ladang kehidupan. “Janganlah dibiarkan sampai parah, agar perbaikannya juga tidak sulit dan mahal.”

%d blogger menyukai ini: